Militer Asia Tenggara : Kekuatan yang tenggelam masa kolonial

    
 Seluruh wilayah negara di Asia tenggara merupakan lahan kolonialisasi bangsa Eropa, Portugis dan Belanda di Indonesia, Inggris di Malaysia dan Singapura, Prancis di Burma, Spanyol di Filipina. Hanya Thailand yang  bukan koloni bangsa Eropa. Jika dilihat dari sudut persenjataan, apakah negara-negara di Asia tenggara tidak memiliki senjata yang kuat  untuk menahan ekspansi bangsa Eropa? Sebetulnya Asia tenggara memiliki persenjataan yang kuat, hal ini dibuktikan dengan adanya senjata api dan meriam sebelum bangsa Eropa datang ke Asia tenggara, keberadaan persenjataan tersebut ada hubungannya dengan perdagangan dan hubungan diplomasi asia tenggara dengan dunia internasional.
Ketika Malaka menghadapi Portugis pada abad 16, malaka memiliki jumlah meriam yang sama dengan Portugis. Menurut laporan dari Portugis, malaka memiliki tungku-tungku pembuat senjata yang tidak kalah dari Jerman,  Hal ini membuktikan ketika Portugis melakukan ekspansi di nusantara, nusantara telah bisa melakukan pembuatan senjata. Namun Malaka tetap kalah dari Portugis pada tahun 1511. Aceh yang merupakan sasaran ekspansi Portugis berikutnya, mencoba memperkuat persenjataannya untuk melawan Portugis. Aceh meminta bantuan militer berupa senjata dan pasukan pada sultan Turki. Bantuan itu dikirimkan melalui kapal-kapal dagang aceh yang kembali ke Aceh dari Turki.
Filipina pun tidak berbeda dengan Nusantara, ketika Spanyol merebut Manila pada tahun 1570, Spanyol ditembaki oleh meriam-meriam, yang kemudian diketahui senjata tersebut diperoleh dengan mengimpor dari China dan Jepang.
Peralatan militer Asia tenggara dibidang maritim rata-rata memiliki perahu galai bersenjata. Bahkan Vietnam sudah memiliki perahu galai bersenjata sebelum orang-orang barat datang ke tanah Vietnam. Perahu galai ini menjadi senjata utama pada saat itu. Namun tetap saja kekuatan militer ini berhasil dikalahkan oleh orang – orang Eropa yang memiliki kemampuan menggunakan meriam-meriam dari kapan dengan efektif, alhasil banyak jung-jung perdagangan besar di Asia tenggara menghilang. [1]
     Manusia Asia tenggara yang terlahir sebagai negara kaya dengan sumber alam, terlalu terlena dengan kekayaan, sedangkan bangsa Eropa yang merupakan wilayah minim sumber daya dan hidup dengan wawasan keras tentang perang, membuat mental orang eropa kuat dan mencari kekayaan dengan melakukan ekspansi ke berbagai wilayah, termasuk di Asia tenggara.
Penggunaan persenjataan yang ada pada masing-masing kubu ( negara pengkolonialisasi dan daerah koloni nya) sangat berbeda prioritas, dimana negara-negara Eropa menciptakan senjata-senjata yang dimaksimalkan untuk kebutuhan perang agar dengan mudah dapat menduduki negara yang di inginkan, senjata –senjata yang diciptakan dan digunakan bangsa Eropa dalam menyerang lawan terbilang memiliki efektivitas yang baik, karena terjadi keseimbangan antara kekuatan pasukan dengan persenjataannya. Perahu-perahu perang yang diciptakan oleh bangsa eropa lebih ringan dengan bersenjata berat, sehingga terlihat bahwa perahu perang ini memang difokuskan untuk menghancurkan musuh, dan perahu-perahu perang bangsa eropa ini terbukti efektif dalam ekspansi di Asia tenggara[2]. Lantas bagaimana karakteristik yang dimiliki persenjataan antara negara Asia tenggara dan bangsa Eropa ?
Kekuatan militer Asia tenggara ini cenderung digunakan untuk perdagangan dan pengamanan wilayah laut dari para perompak. Seperti perahu-perahu galai bersenjata yang ada di Asia  tenggara, perahu itu lebih mengutamakan kecepatan daripada kekuatan untuk berperang, karena untuk keperluan perdagangan bukan difokuskan untuk perang[3]. Jadi ketika bangsa Eropa yang datang dengan kekuatan militer yang memang digunakan untuk berperang atau ekspasi militer, kekuatan Asia tenggara tidak bisa menandingi mereka, walupun dalam jumlah senjata tidak jauh berbeda.
Bangsa Eropa pun memiliki kecerdasan dalam hal perekrutan pasukan militer, rata-rata bangsa Eropa menggunakan orang-orang dari daerah koloni lebih daripada orang Eropa sendiri, seperti yang terjadi pada tahun 1706 ketika Belanda (VOC) membantu Sultan Pakubuwono I dalam melawan pasukan Jawa yang lain, VOC membantu Pakubuwono dengan 930 orang eropa dan 2500 orang Indonesia[4], .
Jika melihat ukuran ( besar atau kecil ) alat-alat senjata yang digunakan antara  negara Asia tenggara kebanyakan dan Eropa memang berbeda. Senjata-senjata yang terdapat di Asia Tenggara kebanyakan adalah senjata-senjata “raksasa” (besar).  Senjata –senjata “raksasa” Asia Tenggara yang paling tua yang masih ada hingga saat ini adalah Ki Jimat, beratnya enam ton ,bertulisan Arab dengan tanda tahun 1526/7.[5] Meriam yang besar itu dibuat di Demak yang selanjutnya diangkut ke Banten dan membantu pusat Islam yang baru muncul disana.
Di Aceh senjata –senjata kiriman dari Turki juga berupa meriam-meriam besar ,salah satu yang terkenal ialah meriam “Lada Secupak” dan meriam lainnya yang juga besar, namun sayangnya daya tembak yang dihasilkan dari meriam-meriam yang besar itu  masih kurang efektiv karena diletakkan di tanah ungkap Davis (1600:150). Senjata-senjata yang besar itu nampaknya tidak banyak membunuh musuh di dalam pertempuran dan tidak mudah dipindah-pindahkan seperti senjata-senjata yang dimiliki oleh orang Eropa. Jadi memang fokus awal pembuatan persenjataan sudah berbeda dengan fokus yang dimiliki oleh orang Eropa.
Kejayaan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi, keinginan untuk di takuti warganya dan dihormati menjadikan penciptaan senjata hanya untuk menakut-nakuti warganya saja, karena dalam pola pikir warga setempat kejayaan-kejayaan dinasti-dinasti Asia tenggara dikaitkan oleh meriam-meriam besar yang dapat mereka hasilkan[6] ,mengenai masalah meriam besar itu efektiv atau tidak , tidak terlalu dipikirkan matang-matang, justru meriam besar itu dianggap sebagai sumber magis dan benda-benda keramat.[7]




[1] Anthony Reid. 2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.jakarta :Obor. Hal : 266

[2] Anthony Reid. 2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.jakarta :Obor. Hal : 267

[3] Anthony Reid. 2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.jakarta :Obor.

[4] Karl hack and Tobias Rettig.2006.Colonial Armies in Southeast Asia.London and new york:Routledge.hal:37
[5] Anthony Reid. 2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.jakarta :Obor. Hal : 257
[6] Anthony Reid. 2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.jakarta :Obor. Hal : 259
[7] Anthony Reid. 2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.jakarta :Obor. Hal : 259

Komentar

Postingan Populer