Tiga Momentum Langit Suci

TIGA MOMENTUM LANGIT SUCI


Buku Langit Suci ini merupakan buku yang cukup menarik, membahas teori sosiologi,namun bukan sebuah buku “sosiologi agama” . Peter L Berger pada dasarnya ingin mendorong pemahaman agama sebagai sebuah produk historis ke arah pemahaman sosiologisnya. Buku ini dalam isinya terdiri dari dua bagian , bagian satu membahas unsur sistematis dan bagian dua membahas unsur historis.

Dalam bagian satu buku ini dijelaskan bagaimana peran agama dalam pembangunan dunia dan juga pemeliharaan dunia,dalam dua konteks bahasan ini, Peter menjelaskan hubungan diantara keduanya dengan cukup menarik. Pembangunan dunia yang selalu merupakan usaha setiap masyarakat dunia misalnya dijelaskan secara detail, dengan terlebih dulu mengetahui apa itu masyarakat. Masyarakat merupakan produk manusia dan manusia merupakan produk masyarakat, mengapa ? karena memang pada dasarnya manusialah yang membentuk masyarakatnya sendiri, hukum dalam masyarakat sendiri, aturan main dalam kehidupan bermasyarakatnya sendiri. Namun apa-apa yang telah dibentuk masyarakat secara kolektif ternyata akan dapat membentuk bagaimana cara hidup individu dalam kehidupannya, masyarakat dapat membentuk pribadi seorang manusia, disinilah terdapat arti bahwa manusia merupakan produk masyarakat.

Proses dialetik pembangunan masyarakat terdiri atas tiga momentum yakni eksternalisasiobjekivikasi ,dan internalisasi

Apa itu eksternalisasi? Dalam buku ini dijelaskan ,eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus-menerus kedalam dunia baik dalam aktivitas fisis maupun mental.[1] Sederhananya adalah proses pencurahan pikiran dan kreativitas manusia ke dunia, jelas hal ini terjadi, karena dijelaskan dalam buku ini tidak ada manusia yang terlahir sempurna dan memiliki dunianya, kelahiran seorang manusia dalam hidup bukanlah kelahiran dunianya, sebaliknya tahun-tahun pertama dan seteruskan ketika manusia hidup , disitulah manusia akan membentuk dunianya. Manusia tidak dapat dipaksa harus menjadi karnivora atau vegetarian tidak seperti ikan ataupun kucing. Maka dapat dikatakan pula bahwa manusia memproduksi dunianya,yang kemudian menjadi sesuatu yang berada diluar sana.[2]


Nah, dunia manusia tersebut memperoleh realitas objektivitas, berupa produk-produk budaya yang material ataupun nonmaterial. Contoh material misalnya adalah sebuah LCD, mungkin dahulu orang kesulitan menampilkan powerpoint yang telah mereka buat namun dengan adanya LCD maka akan terdapat kemudahan, namun tak jarang terjadi kenyataan bahwa alat tersebut yang juga diciptakan manusia justru dapat “mengatur aktivitas” manusia itu sendiri, yang seharusnya belajar dimulai jam 07.00 karena ketiadaan LCD presentasi pun tak jarang dibatalkan. Namun objektivitas yang sama juga mencirikan unsur –unsur nonmaterial di kebudyaan.[3]

Bahasa misalnya juga merupakan tatanan kata yang diciptakan manusia untuk mempermudah komunikasi,namun kemudian pembicaraan dan pemikiran manusia juga dipengaruhi bahasa tersebut, bahkan bahasa tersebut dapat mengasingkan individu dari komunitasnya. Dalam hal ini misalnya seseorang tak dapat seenaknya mengubah tatakan kata bahasa inidonesia ( dalam kasus ini meja) meja memiliki ciri-ciri khas dan itulah meja, jika seorang manusia mengubah konsep tersebut , dia menyebut meja dengan kata “sendal” misalnya, hal itu tentu tidak dapat diterima karena melanggar aturan bahasa yang telah ditetapkan, kalaupun orang tersebut bersikeras mungkin dia akan dikucilkan atau diasingkan.

Objektivitas masyarakat mencakup semua unsur pembentuknya. Lembaga-lembaga,peran-peran,dan identitas-identitas itu eksis sebagai fenomena nyata secara objektif dalam dunia sosial, meskipun semua itu merupakan produksi manusia.[4]

Selanjutnya ada internalisasi, yang merupakan penyerapan kedalam kesadaran dunia yang sudah terobjektivasi kedalam kesadaran subjektif. Dalam hal ini manusia telah dapat memaknai dan mengekspresikan makna-makna kehidupannya tersebut. Dalam agama misalnya , islam contohnya ,masyarakat islam akan mengajarkan ajaran agamanya terhadap individu yang tertuju, individu tersebut akan diceritakan mengenai makna-makna beribadah, dia akan disuruh untuk melaksanakan shalat,dan puasa, namun jika individu tersebut dapat memaknai makna shalat dan puasa dalam kehidupannya sendiri maka pasti tanpa disuruh oleh ayah/ibu individu itupun akan shalat dan juga melaksanakan puasa dalam hidupnya, karena dia dapat menimbulkan kesadaran subjektif dan memaknai aktivitasnya.

Melalui eksternalisasi ,maka masyarakat merupakan produk manusia. Melalui objektivasi ,maka masyarakat menjadi suatu realita sui generis, unik. Melalui Internalisasi ,maka manusia merupakan produk masyarakat.[5]





[1] Peter L Berger.Langit Suci : Agama sebagai realitas sosial.1991.hal:4-5.
[2] Ibid. Hlm:11
[3] Ibid. Hlm:12
[4] Ibid. Hlm:17
[5] Ibid. Hlm:5

Komentar

Postingan Populer